MUDITA
Malam itu, cakrawala seakan sedang berbahagia. Cahaya rembulan memancar indah dengan iringan cerah gemerlap bintang. Tepat di bawah binar rembulan, seorang gadis manis yang memakai piyama merah muda dengan wajah lesu dan putus asa berdiri di ujung balkon rumahnya. Ia adalah Yera.
Yera merupakan anak bungsu yang kini berubah status menjadi anak tunggal. Kehidupan Yera sebagai anak bungsu sangat menyenangkan sampai tiba waktu dimana keluarga kecil mereka harus kehilangan nyawa kakak tercintanya, Zee. Sejak saat itulah keluarga harmonis dan indah mereka hancur begitu saja.
Malam itu, Mama dan Papa tidak berada di rumah karena mereka harus bekerja. Ia tinggal disebuah rumah mewah bersama dua bibi dan satu satpam. Malam itu, Yera menitihkan air mata dan kemudian berbicara kepada sesuatu di hadapan nya.
“Roro, apakah menjadi dirimu akan lebih menyenangkan daripada ketika aku menjadi anak Mama” ucap Yera kepada sesuatu dihadapan nya.
“Ro, mengapa kau tak pernah bisa menjawab pertanyaanku?” “Oh ya, bukankah kau diletakkan oleh Mama disisi ku selama ini sebagai teman baikku? sebagai pendengar ku? TAPI MENGAPA KAU TAK PERNAH DAPAT BERBICARA??!!” lanjut Yera dengan penuh amarah. Kemudian ia melempar Roro ke halaman depan rumahnya.
Tak lama dari kejadian itu, Yera berlari menuju halaman depan rumah untuk kembali mengambil, dan memeluk Roro.
“Ro, maafkan aku karena telah menyakitimu, aku akan terus memelukmu” Yera terduduk di halaman dengan memeluk erat Roro.
Yaa, Roro bukanlah seorang manusia bukan pula seekor hewan peliharaan, melainkan sebuah boneka beruang coklat yang sudah agak lusuh dan kurang bagus warnanya. Roro merupakan boneka yang diberikan oleh Mama tepat setelah pemakaman sang kakak.
Nama Roro sendiri ia berikan kepada boneka beruang nya karena ia mendapatkan boneka tersebut pada hari yang menyakitkan. Nama Roro diambil dari bahasa jawa "Rodok Loro" yang artinya sedikit sakit.
Ia mendengar bahwa boneka tersebut dipersiapkan jauh-jauh hari dan seharusnya menjadi milik kakak Zee, tapi ternyata ia sudah lebih dulu pergi sebelum Mama sempat memberikannya. Oleh sebab itu, Yera merasa bahwa boneka beruang ini adalah pengganti atas kematian sang kakak. Ia berjanji akan bersama boneka ini selamanya.
Keesokkan harinya
Pagi ini tepat pukul 8 pagi, Yera dibangunkan oleh bibi Rumi untuk sarapan. Hari ini adalah hari minggu yang selalu Yera nantikan. Kenapa? Karena hari ini Mama dan Papa tidak bekerja, ia bisa sedikit bercerita tentang kehidupan nya selama satu pekan ini dengan penuh gembira. Yera bangkit dari tidurnya dan pergi meninggalkan kamar dengan wajah yang sangat berseri seolah tak ada kejadian apapun tadi malam.
“Selamat pagi bibi Rumi tersayang, bagaimana kabarmu? Hmm wangi apa ini, enaaak sekali” sapa Yera kepada bibi Rumi dengan penuh semangat.
“Pagi non Yera, kabar bibi baik apalagi setelah melihat dirimu bahagia seperti ini” balas bibi Rumi dengan sedikit tawa kecil.
“Non Yera, pagi ini bibi menyiapkan roti bakar dan segelas susu kesukaanmu” ucap bibi seraya mengaduk segelas susu yang baru dibuatnya.
“Asyik, terima kasih Bi. Aku sayang bibi”
“Kembali kasih, nona Yera"
Sarapan pagi itu tampak menyenangkan, hati Yera sudah tidak sabar untuk menuju ruang keluarga menyapa kedua orangtuanya. Selesai makan ia segera bergegas meninggalkan meja makan tak lupa mengucapkan terima kasih kepada bibi menuju ruang keluarga.
“Lalalala hatiku gembira, tak ada yang bisa mengganggu kegembiraan ini, nanananana” Yera berjalan sedikit melompat-lompat sambil bersenandung.
“Lah, kemana Mama Papa?, biasanya mereka sudah duduk disini. Oh mungkin ada di taman belakang, aku coba lihat deh” ucap Yera terkejut tidak ada satupun di ruang tamu.
Yera pergi menuju taman dengan sedikit berlari, dan benar saja Mama dan Papa masih saja tidak ada. Saat itu ia berfikir apakah Mama dan Papa pergi lagi di hari liburnya ini?
“Masa sih Mama dan Papa libur bulan ini tidak pulang lagi, sudah tiga bulan di minggu kedua Mama dan Papa tak terlihat di rumah” batin Yera seraya duduk di ayunan taman belakang.
“AH GA MUNGKIN!, pasti Mama Papa lagi ada di ruang lainnya, oke mari kita cari bersama Rooo”. Yera berdiri dari ayunan dan mengulurkan genggaman nya untuk mengambil Roro, si boneka beruang. Tapi Roro tidak ada bersamanya.
Ia pun menyadari bahwa pagi tadi, ia sarapan tidak dengan membawa Roro. Segeralah Yera bergegas pergi menuju kamar nya untuk mengambil Roro.
Saat tiba dikamar, ia tidak dapat melihat Roro ada dikamarnya. Rasa panik kian memukuli hatinya. Dengan tergesa-gesa ia mencari Roro disetiap sudut kamarnya. Satu jam lama nya ia mencari Roro, ia putus asa dan berteriak kencang.
“RORO!! KAMU DIMANA??? AKU TAU KAMU MARAH KARENA KEJADIAN MALAM INI, TAPI JANGAN HILANG. RORO!!!! CEPAT PERLIHATKAN DIRIMU” Yera berteriak sampai terdengar ke lantai bawah tempat bibi Rumi dan bibi Nunik bekerja.
“NON YERAA, ADA APA SAYAANG, BIBI AKAN KESANA” ucap bibi Nunik dengan keras mengarah kepada arah suara Yera.
Belumlah tiba sang bibi, Yera sudah lebih dulu berlari menuju bibi Rumi dan bibi Nunik untuk memberi tau apa yang terjadi.
“Bi, Roro hilang Bi” “Roro ga mungkin dibuang kan sama Mama Papa??” “Bi, Yera takut sekali Roro kembali dibuang” ucap Yera dengan penuh rasa khawatir.
“Non, tenang dulu, mari kita cari bersama” bi Nunik berusaha menenangkan Yera.
Kemudian, mereka bertiga mengelilingi setiap sudut rumah besarnya itu. Tak nampak satupun tanda-tanda Roro berada.
Yera sangat merasa takut akan kehilangan Roro. Sebab, sudah berkali-kali Mama dan Papa Yera berusaha membuang Roro, tapi selalu gagal. Mama dan Papa ingin membuang Roro bukan karena mereka tidak suka, melainkan ingin mencoba benar-benar menghilangkan ingatan akan kematian Zee, kakak Yera 5 tahun silam.
Hingga waktu sudah malam, ia masih saja mencari Roro. Akhirnya bibi Rumi meminta Yera untuk beristirahat sejenak, tetapi Yera tidak mau, kemudian ditengah pencarian Roro, Yera baru menyadari bahwa Mama Papa benar-benar tidak pulang kembali. Ia bertanya kepada bibi, tetapi bibi berkata tidak tahu. Lalu tanpa balasan apapun kepada ucapan bibi, ia segera bergegas menuju pos penjagaan rumahnya, untuk bertanya kepada pak Edi, satpam rumahnya.
“Pak Edi, selamat malam. Pak aku mau tanya deh, Mama Papa hari ini tidak pulang ya Pak?” tanya Yera dengan perasaan khawatir.
“Malam non cantik, Mama Papa tadi pukul 3 dini hari pulang kok non. Tapi, dua jam selanjutnya mereka kembali pergi. Apakah non tidak tau?” balas Pak Edi.
“HAH??!! SERIUS PAK??!” “AKU BENAR-BENAR BELUM MELIHAT WAJAH MEREKA” “PAK JANGAN BERCANDA YA” jawab Yera yang secara spontan berteriak kepada Pak Edi.
“Non, tenang. Apa yang bapak ucapkan tadi benar adanya. Maaf mungkin Mama Papamu terburu-buru untuk pergi jadi belum sempat menemuimu” jawab Pak Edi dengan sedikit kalimat penenang.
“KENAPA GA BERI TAU AKU PAK? TIDAK!! SEMUA JAHAT. MAMA PAPA JAHAT. BIBI JAHAT. PAK EDI JAHAT. SEMUA ORANG DIRUMAH INI JAHAAAAT!!” Yera berteriak sambil menangis dan berlari menuju kamar tidurnya.
Ia melempar semua barang-barang cantik pemberian orangtuanya selama ini. Ia terus menyalahkan kematian kakaknya. Ia terus berteriak berharap ia bisa mati sekarang juga.
“Harusnya saat kakak meninggal aku juga ikut dengannya, atau mungkin aku saja yang meninggal saat itu” kalimat itu terus ia ucapkan.
Dari luar kamar terdengar bibi Rumi dan bibi Nunik mengetuk pintu berusaha memanggil Yera.
“Non, bibi mau ajak non Yera berbicara, ayo keluar sebentar” bujuk bibi Rumi kepada Yera. Yera benar-benar tidak menghiraukan.
Kemudian bibi Nunik berkata dibalik pintu kamar Yera dengan penuh hati-hati.
“Non Yera, maaf sebelumnya kami tidak dapat membangunkanmu saat Mama Papa pulang, karena mereka lah yang langsung ke kamarmu. Kami mengira pasti mereka menemui non Yera secara langsung. Lalu, saat kami hendak kembali ke kamar kami, Mama Papa mu kembali keluar rumah dengan membawa Roro. Kami sudah berusaha mencegah mereka membawa Roro. Tapi benar-benar tidak bisa. Maaf non Yera sayang”.
Saat mendengar ucapan itu, tangis dan teriakkannya berhenti. Lalu ia keluar dan berkata kepada bibi.
“Bibi, terima kasih atas kejujurannya. Kalian ini benar-benar budak Mama Papa ku. Kalian benar-benar berada dipihak mereka. Kalian pura-pura mengasihaniku demi pekerjaan kalian?? CUKUP SEMUA INI!!” Yera benar-benar kecewa besar kepada seluruh penghuni rumahnya. Ia berlari kencang meninggalkan seluruh rumah mewah dan barang-barang cantik miliknya.
“Non Yeraaaa” teriakan bibi berusaha mengejar Yera tapi tidak berhasil mencegahnya.
Bibi bergegas menuju pagar dan pos penjagaan, kemudian mencari pak Edi, bertanya apakah melihat Yera keluar rumah. Dan ternyata pak Edi tidak melihat kepergian Yera dari rumah karena ia baru saja kembali dari kamar mandi. Akhirnya mereka melaporkan kejadian ini kepada majikan mereka.
Disisi lain
Yera terus berlari dengan terus menangis. Malam itu tiba-tiba saja hujan turun, ia segera berteduh disalah satu toko pernak-pernik yang sudah hampir menutup. Ia duduk sambil melihat hujan dihadapannya dengan pikiran yang sangat kacau, kemudian ia kembali menangis. Suara tangis Yera mengalahkan gemuruh hujan malam itu. Anak penjagaan toko menyadari akan tangisan Yera, ia keluar dan menyapa Yera.
"Hai kakak yang memakai baju pita merah muda, mengapa kamu disini? Sepertinya kamu sedang bersedih, ada apa? Bisakah kita berbicara?" ucap seorang anak kecil yang terlihat tidak terlalu jauh perbedaan umur dengan dirinya.
Saat itu, Yera benar-benar tidak bisa menghiraukan ucapan anak kecil itu. Lalu, anak kecil itu duduk dengan sedikit memeluk Yera. Yera terkejut dan ia menangis lebih keras.
"Sudah lama aku tidak dipeluk hangat seperti ini, siapa dia" batin Yera.
Lalu Yera menyudahi tangisannya dan mulai mengeluarkan kata-kata.
"Terima kasih telah memelukku, terima kasih sudah peduli kepadaku. Aku menangis karena tidak ada satupun orang dirumah ku yang peduli keadaanku, aku tidak punya tempat bercerita" Yera mengatakan hal tersebut dengan isak tangis yang masih ada.
"Halo kakak, oh wow kakak cantik sekali. Kenalin aku Yuyu. Usiaku 13 tahun. Ibu ku adalah seorang penjaga toko pernak-pernik ini. Salam kenal kakak cantik" ucap Yuyu dengan senyuman yang indah. Yuyu tidak menghiraukan keluh kesah yang Yera rasakan. Ia berusaha menghibur Yera dengan mencoba memperkenalkan dirinya.
"Oh hai Yuyu, terima kasih sudah berkenalan denganku. Aku Floera, kamu bisa panggil Yera. Aku 2 tahun di atasmu. Terima kasih sudah memujiku" balas Yera dengan senyuman yang jarang sekali ia tunjukkan.
Lalu mereka mengobrol satu sama lain dengan canda tawa. Malam itu menjadi malam yang tidak pernah Yera sangka akan terjadi. Yera merasa bahwa kehangatan keluarga bisa ia dapatkan pada diri Yuyu, teman barunya itu. Hujan terlihat sudah mereda, kemudian ibu Yuyu menghampiri mereka dan mengajak Yuyu untuk pulang.
"Yu, kita pulang ya, Ibu sudah selesai merapikan toko" "Oh ini teman baru mu ya? Salam kenal cantik, saya Ibu nya Yuyu" sapa Ibu kepada Yera. Yera bersalaman dan mengangguk.
Saat itu, Yera merasa sedih karena ia akan duduk diam di depan toko itu sendirian. Takut, tetapi mau bagaimana lagi keadaan rumah lah yang lebih membuat ia merasa takut.
Yuyu memberi tahu keadaan Yera kepada Ibunya. Dan Ibu Yuyu mengetahui keadaan Yera, ia menawarkan pulang bersama untuk sementara waktu. Lalu tanpa basa basi Yera mau ikut pulang bersamanya.
Perjalanan menuju rumah Yuyu ternyata cukup panjang, ia melewati gang kecil yang tak mungkin kendaraan dapat masuk. Setelah 20 menit perjalanan ia tiba di rumah sederhana yang terlihat kehangatan dan kebahagiaan dari luar.
"Inilah rumah kami, nak Yera. Maaf rumah kami hanya seperti ini, tapi saya pastikan kamu akan mendapat kebahagiaan karena rumah kami memiliki Yuyu"
"Baik, tidak masalah Bu, saya izin bermalam sebentar disini. Terima kasih banyak Yuyu dan Ibu".
Kemudian Yera melepas flatshoes nya di halaman rumah Yuyu. Saat masuk, ia mencium aroma kebahagiaan yang amat sangat dalam di bagian ruang keluarga. Disana terdapat televisi tabung dengan antena di atasnya, kipas kecil di sudut ruangan dan sofa kayu dengan dinding berwarna cream serta foto keluarga berjumlah empat orang disana.
Lalu ia diarahkan untuk beristirahat disebuah kamar tidur yang luasnya hanya seluas kamar mandi di rumah Yera. Banyak foto-foto keluarga Yuyu di sana. Ia kemudian melihat-lihat ruangan kecil itu sambil berbincang dengan Yuyu yang sedang menebahi sprei kasur.
Langkah Yera terhenti di depan foto Yuyu bersama gadis cantik yang terlihat sangat mirip dengan Yuyu. Ia bertanya siapa gadis tersebut, ternyata gadis tersebut adalah kakak Yuyu yang kebetulan sudah meninggal di tahun yang sama dengan Zee, kakak Yera. Ia terkejut akan hal tersebut, lalu segera meninggalkan foto itu dan siap tidur bersama Yuyu.
Malam itu, Yera tak bisa tidur karena terus memikirkan ucapan Yuyu tadi. Ia terus bertanya bagaimana bisa keluarga Yuyu tetap hangat meski ia kehilangan satu anggota keluarganya. Ia sangat penasaran hingga akhirnya tertidur.
Keesokkan harinya
Pagi ini Yera terlihat cantik mengenakan baju kakak Yuyu yang diambilkan langsung oleh Ibunya. Saat itu pikiran Yera benar-benar penasaran bagaimana bisa keluarga Yuyu bisa melupakan seorang di anggota keluarganya dengan secepat itu.
Karena rasa penasaran, ia secara perlawanan menghampiri Ibu Yuyu yang sedang bersiap pergi ke toko.
"Selamat pagi Bu, apakah ada yang bisa saya bantu?"
"Pagi nak Yera, tidak ada nak. Semua sudah siap dan ini sedang menunggu Yuyu selesai mandi "
"Hmm baiklah Bu. Oh ya Yera izin bertanya. Maaf jika pertanyaan Yera menyinggung atau menyakiti keluarga Ibu. Yera penasaran, kalau tidak salah, kakak Yuyu sudah tiada ya Bu? dan ini pertanyaan saya, bagaimana bisa keluarga Ibu terlihat baik-baik saja padahal belum lama ini kehilangan seseorang keluarga yang dicintai?" tanya Yera dengan penuh kehati-hatian.
"Oh oke Yera, sebelum Ibu menjawab, Ibu mau bertanya, mengapa Yera sangat penasaran terhadap hal tersebut?"
"Hmm sebenarnya Yera juga kehilangan kakak Yera pada tahun yang sama. Tetapi keluarga Yera menjadi hancur. Mama dan Papa Yera tak pernah menghiraukan Yera. Sedangkan keluarga Yuyu tidak seperti itu." jawab Yera dengan perlahan
"Oh mungkin ini kebetulan yang kurang menyenangkan ya. Baik nak Ibu akan menjawab"
"Pada awalnya, keluarga kami juga sama sepertimu. Hancur merasa sangat kehilangan. Namun suatu hari Ibu merasa Yuyu ini memberikan sebuah kedamaian, kebahagiaan dan ketenangan. Saya yakin hal-hal baik tersebut hadir di hidup kami karena mungkin saya tepat memberikan nama untuk Yuyu. Yaitu Rahayu yang memiliki makna tersebut. Dari situlah kami yakin bahwa kehilangan anak sulungku bukan berati kehilangan kebahagiaan selamanya, karena ada sosok Rahayu di hidup kami."
Setelah mendengar jawaban Ibu Yuyu, Yera menyadari bahwa menyimpan Roro bisa saja sama dengan menyimpan sebuah rasa sakit. Yaa, Yera berfikir karena makna namanya. Berbeda saat ia berteman dengan Rahayu atau Yuyu, ia merasakan sebuah kesenangan dan ketenangan berkat makna dari nama tersebut.
Sejak saat itu, Yera selalu berkunjung ke toko Yuyu bersama bibi Rumi untuk bermain atau sekedar mengobrol. Ia tak lagi menghiraukan apakah orangtuanya pulang atau tidak karena ia merasa sudah memiliki keluarga baru yang sangat hangat ini. Tentu ia tidak lagi mencari Roro bonekanya, ia tidak melupakan Roro, tetapi hanya berusaha menghilangkan rasa sakitnya.
Di hari ulangtahun Yuyu, Yera memberikan sebuah boneka kelinci merah muda kepada Yuyu dan diberi nama dengan "MUDITA" yang berarti seseorang merasa bahagia ketika bisa membahagiakan orang lain. Yera berharap ia dapat terus berbahagia ketika mampu melihat oranglain berbahagia.
Komentar
Posting Komentar